Menyambut bulan narasi, gw pun ikutan projek 30 hari menulis cerita cinta. Yah, cuman cona buat nulis aja sih, maklum masih cerita kacangn. Hope you enjoy to read ^^
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku
tak pernah menyangka bila perbincangan kita ditelepon waktu itu adalah
perbincangan terakhir kita. Aku juga tidak pernah menyangka bila perjumpaan
kita waktu itu adalah perjumpaan terakhir kita. Apakah aku terlalu bodoh ? Mengikhlaskan
mu begitu saja kepada Dia yang terlalu mencintai tanpa harus berjuang. Mungkin
aku terlalu pengecut untuk mempertahankan mu waktu itu.
***
TUTTT… TUUTTTT…
TUUUTTTTT….
“ Kamu kemana sih, Sam?
Jawab telponnya dong ”, batinku.
Sudah hampir setengah
jam aku terus menghubunginya, Sammy, seseorang yang paling aku sayangi. Tapi
entah kenapa, hari itu, aku begitu sulit menghubunginya. Sudah ku telpon
berkali-kali tapi tidak diangkat juga olehnya. Aku sungguh kesal. Rasanya bila
aku bertemu dengannya nanti, ingin sekali aku memaki dan memukulnya untuk
melampiaskan kekesalan ku ini. Tapi sekesal apa pun, semarah apa pun, aku tidak
pernah benar-benar bisa membencinya. Ahh… kalau sudah cinta, semudah itu untuk
memaafkan.
.
.
.
“ La, acaranya mau
dimulai nih ”
“ Eh, tunggu bentar ya.
Si Sammy belom dateng nih, kumpulin anak-anak yang lain aja dulu. Nih, lagi
coba dihubungin lagi “.
Sam, kamu kemana sih.
Aku bener-bener khawatir banget ini. Daritadi yang bisa aku lakukan hanya lah
mondar mandir di depan pintu, memencet tombol handphone dimana tertera nama mu
di situ. Aku cemas, berkali-kali mereka, teman-teman ku memanggil untuk memulai
acara ini. Tapi aku, aku tidak akan memulainya tanpa kamu di sini. Sam, kasih
kabar dong.
TUT… TUUTTT…
TUUUTTTTT….
“ Hallo … “
“ SAMMYYYYY, KEMANA AJA
SIH? CEPET DATENG KE SINI “
“ Hah?! Iya, emang ada
acara apa ? “
“ PAKE NANYA LAGI. GAK
MAU TAU POKOKNYA CEPETAN DATENG KE SINI. KALO GAK ACARANYA GAK DIMULAI-MULAI “
“ Iya, mulai aja
acaranya dulu. Ntar lagi ke sana “.
TUT… TUT… TUT….
Arrgghhh, dasar Sammy
kurang ajar. Teleponnya diputus gitu aja. Bener-bener kalau dia dateng nanti,
awas aja, aku maki-maki dia.
.
.
.
.
.
Surabaya
2013
Aroma ini, benar-benar
mengingatkan aku padanya. Seseorang yang pernah mengisi relung hati, yang
sampai detik ini pun belum terganti. Sudah sepuluh tahun lebih, sejak aku
mendengar kabar itu. Kabar yang meluluh lantakkan hati dan pikiran ku. Aku baru
punya keberanian untuk mengunjunginya. Samuel Santoso, nama itu muncul kembali.
Aku tidak pernah berpikir
untuk datang ke kota ini. Kota dimana tempat ia tinggal sejak hari itu.
Surabaya, kenapa aku harus takut datang kemari? Kalau saja bukan ajakan sahabatku
Ersa untuk traveling kemari, tidak
akan mungkin aku menjejakan kaki di tempat yang menyimpan kenangan terakhir ku
bersama Sammy. Pikiran ku pun diliputi kegelisahan. Mengunjunginya atau tidak.
“ La, Lala… “
“ Eh, sorry. Ada apa Sa
“
“ Semenjak di bandara
sampe ke sini kayaknya kamu ngelamun aja deh La, ada apa sih? “
“ Oh, Gak ada apa-apa
kok Sa “
“ La, Kamu gak
mengunjungi dia? “
“ Dia ? Siapa ? “
“ Sammy La, Sammy. Kamu
gak lupa sama dia kan ? “.
Sontak saja ucapan Ersa
benar-benar membuatku terkejut. Aku pun hanya bisa terdiam. Pikiran ku
melayang, entah sebenarnya memikirkan apa. Aku hanya tidak ingin mengingat
kembali masa-masa itu. Aku tidak ingin mengingat kembali kenangan yang sudah
lama terkubur. Aku hanya tidak ingin menangisi penyesalan ku. Pertemuan
terakhir ku dengan Sammy, seseorang yang masih aku cintai sampai detik ini.
Ahh… kenapa tiba-tiba air mata ku terjatuh begitu saja.
.
.
.
Hai
sam, apa kabar? Gimana keadaan mu sekarang? Apakah berada di sini membuat mu merasa
nyaman? Maaf, baru sekarang aku mengunjungi mu. Sebenarnya, aku juga tidak tahu
kenapa bisa berada di sini. Aku tidak bermaksud menghindari maupun melupakan
mu, Sam. Hari-hari dimana kita lalui bersama, tidak akan mudah buat ku
melupakannya begitu saja. Aku kecewa pada diriku yang terlambat mengetahuinya.
Mungkin juga pada mereka, teman-teman mu itu. Bagaimana bisa mereka tidak
memberitahuku mengenai keadaan mu?
Apakah
kau tahu, Sam? Saat aku mendengar bahwa kamu masuk ruang ICU, saat itu juga
langit menjadi mendung, semendung hati ku. Seandainya waktu itu aku punya
keberanian untuk pergi menemui mu. Mungkin aku tidak akan semenyesal ini
sekarang. Aku tidak ingin menyalahkan siapa pun. Aku yang salah. Seharusnya
disaat terakhir itu, aku ada untuk menemanimu.
Kau
tahu, Sam? Mendengar kabar itu pertama kali, benar-benar membuatku bingung. Aku
masih tidak percaya. Aku tidak terima. Kenapa kamu? Kenapa harus kamu duluan,
Sam? Entah karena apa, aku tidak bisa menangis. Hanya rasa khawatir yang
merasuk dipikiranku. Aku benar-benar bingung. Apa yang bisa aku lakukan untuk
mu saat itu? Aku hanya bisa berdoa pada Tuhan. Ya, aku hanya berdoa agar kamu
diberi kesembuhan. Tapi doa saja tidak cukup buat ku. Tidak bisa menenangkan
hati dan pikiranku dari rasa khawatir terhadap mu.
Terkadang
aku ragu. Apakah Tuhan akan mengabulkan permohonanku saat itu juga? Terkadang
aku bertanya dalam hati, apakah kamu masih kuat menunggu sampai aku datang?
Sam, kebimbangan itu membuatku memutuskan sesuatu hal yang bodoh. Sangat bodoh.
Dalam sujud ku berdoa “ Tuhan, bila Kau lebih sayang dia dibanding aku, maka
aku relakan dia untuk pergi menghadap Mu. Segala janjinya, hutangnya pada ku
atau pun kesalahan-kesalahan dia selama ini kepada ku, aku maafkan, aku ikhlaskan
saat ini juga. Aku tidak ingin melihat dan merasakan penderitaannya lagi.
Tuhan, bila ternyata aku masih diberi kesempatan untuk bertemu dengannya lagi.
Sembuhkan dia “.
Sam,
bagaimana bisa aku memohon hal itu pada Tuhan? Seharusnya aku tidak meminta hal itu.
Seharusnya aku meminta kesembuhan mu saja. Aku benar-benar menyesal. Bagaimana
bisa aku seputus asa dan semenyerah itu pada keadaan. Atau memang mungkin Dia
lebih mencintai dan menginginkan mu di sana dibanding aku?
Aku
kecewa. Kecewa karena terakhir kita berbincang, aku justru marah pada mu.
Memarahi mu karena hal-hal sepele. Kalau saja aku tahu bila perbincangan hari
itu adalah perbincangan terakhir kita, aku tidak akan memarahi mu seperti itu.
Sam, kenapa penyesalan itu selalu datang terakhir? Maafkan aku. Maaf.
.
KRIIINNGGG!!!
KRIIINNGGG!!!
Aku lihat ke layar
handphone, terpampang nama Ersa di situ. Suara telepon itu berdering makin
kencang. Meminta ku untuk mengangkatnya dan mengakhiri perbincangan ku dengan
Sammy. Tidak terasa, ternyata sudah lebih dari satu jam aku di sini. Berbincang
di depan pusara serta memanjatkan untaian doa untuk Sam. Lagi-lagi aku harus
pergi. Pergi meninggalkannya sendiri di sini. Hanya kata maaf, yang bisa aku
ucapkan berulang-ulang. Maaf. Maaf kan aku, Sam.
.
.
.
.
.
“ Sammy? “
“ … “
“ Kamu gak papa? Kata
temen-temen kamu masuk rumah sakit, ICU “
“ … “
“ Sam, kamu kenapa?
Ngomong dong. Aku khawatir banget tau “.
Muka Sammy terlihat
pucat. Namun, ada senyuman di wajahnya. Sammy mengajak ku duduk di sebuah sofa.
Menggenggam tangan ku erat-erat, seolah tidak ingin melepaskannya. Aku
benar-benar khawatir. Dia hanya terdiam saja. Semakin banyak pertanyaan yang
aku lontarkan, tapi tak ada satu pun yang dijawab olehnya.
Sammy dan aku duduk
saling berhadapan, saling menggenggam erat tangan dan saling melihat satu sama
lain. Aku berusaha melupakan rasa khawatir ku. Mungkin dia baik-baik saja,
pikir ku. Kami pun terus saling menatap, tanpa berkata sedikit pun.
Tiba-tiba, Sammy
berdiri. Melepaskan genggamannya dan berjalan pergi menjauhi ku.
“ Sam, mau pergi
kemana? “ tanya ku.
Dia hanya menoleh,
memberikan senyuman termanisnya. Dan lalu pergi begitu saja. Tanpa bicara
sepatah kata pun. Dan aku, aku hanya bisa melihatnya pergi menjauhi ku. Bahkan
tak berusaha untuk menghalanginya pergi. Aku hanya bisa melihat punggungnya
yang semakin lama semakin menghilang dari hadapan ku.
.
BEP! BEP! BEP!
Ya, Tuhan. Ternyata
semua itu hanya mimpi saja. Semoga tidak terjadi apa-apa, batin ku. Siapa juga
yang tengah malam begini masih asik memainkan handphonenya. Mengganggu
istirahat orang saja, gerutu ku. 23 pesan di inbox. Tengah malam dengan begitu
banyak pesan dalam inbox handphone. Ku buka inbox handphone, tertera begitu
banyak pesan dari teman-teman ku, salah satunya dari sahabat terbaikku Ersa. Dan
betapa terkejutnya aku ketika melihat pesan-pesan yang telah mereka kirim kan
pada ku.
Telah
berpulang ke Rahmatulloh, teman dan sahabat kita, Samuel Santoso pada pukul
11.30 malam. Jenazah akan disemayamkan di rumah duka, kemudian dikebumikan di
Surabaya.
Selamat tinggal, Sam.
***
PERJUMPAAN TERAKHIR
Reviewed by Unknown
on
09.26
Rating:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar