Sebuah Percakapan (Option)

Di salah satu sudut ruangan itu, aku melihat seorang gadis kecil sedang duduk termenung. Tidak sedih, juga tidak merasa senang. Maklum saja, anak kecil itu lagi senang, cemberut atau sedih sekali pun masih terlihat lucu dan menggemaskan. Aku pun menghampirinya. Ku ketahui, nama gadis kecil itu adalah Angel, sesuai dengan wajahnya yang mirip malaikat kecil itu. Tiba-tiba saja, seorang perempuan tengah baya dengan raut wajah cemas datang menghampiri, seraya meminta Angel untuk mengikutinya. Tapi ia tak mau, merengek sejadi-jadinya dan membuat orang-orang disekitar memandanginya. Aku hanya bisa terdiam, memandangi kejadian itu saja. Lalu, dengan sedikit keberanian, aku mencoba bertanya.


Ternyata perempuan itu adalah ibunya. Beliau mengatakan bahwa Angel harus melalukan perawatan seperti anak-anak lainnya. Ah, tiba-tiba saja aku merasa iba. Itu kenapa ia berada di sini. Tempat yang tidak seharusnya ia berada. Gadis kecil itu seharusnya banyak bermain, bukan?! Menikmati masa kanak-kanaknya dengan penuh suka cita. Ku ketahui juga, bila Angel tidak mau melakukan perawatan. Alasannya cukup membuat aku tergelitik juga merasa kasihan. Seorang gadis kecil yang ingin terlihat cantik, itu katanya.

Aku pun banyak bertanya. Bukan, bukan untuk merayunya atau membantu ibunya sekali pun. Aku hanya ingin tahu pandangannya, tentang dirinya atau bahkan penyakit yang bersarang di tubuhnya.

A: Aku
An : Angel
I : Ibunya Angel

A: " Hallo, adik cantik. Kenapa menangis? "
An : "Aku gak mau di kemo ", jawabnya sambil terus sesegukan.
A : " Memangnya kenapa gak mau di kemo? "
An : " Itu sakit kak, ntar kepala aku botak."
A : Aku hanya tersenyum, rasanya ingin geleng-geleng kepala mendengar alasannya itu. Bagaimana bisa seorang anak kecil bisa memberikan jawaban seperti itu. " Kata siapa dikemo itu sakit? Kemo itu gak sakit kok" balasku memcoba meyakinkan. " Memangnya, adik cantik ini sakit apa? "
I : " Angel kena Leukimia stadium 2, seharusnya dia sudah melakukan perawatan dari seminggu yang lalu. Tapi baru bisa dijadwalkan hari ini, karena masih menunggu hasil labnya." jawabnya dengan senyuman.

Senyuman ibu itu terlihat getir. Aku tahu, aku bisa merasakannya. Ia sangat khawatir dengan kondisi anaknya, namun berusaha untuk sabar dan menerima kenyataan. Aku tidak ingin mengkasihaninya, karena itu hanya membuatnya merasa nelangsa. Aku hanya bisa memberikan senyuman, memandanginya.

A : "Dikemo itu gak sakit kok. Emangnya adik ini gak mau dikemo karena takut botak aja ya? rambutkan bisa tumbuh lagi nanti. Apa aku harus ikutan cukur rambut juga biar kita samaan?"
An & I : terdiam dan memandangiku penuh keheranan.
A: "Seorang teman pernah bilang padaku, bila seorang perempuan punya 2 hal ini, maka itu adalah anugrah yang luar biasa. Tapi, kebanyakan hanya punya salah satunya, karena gak ada manusia yang sempurna. Klo tidak bisa jadi gadis yang cantik, jadilah gadis yang pintar. mungkin dengan kepintaranmu nanti, kamu bisa membantu banyak orang. Mungkin jadi dokter yang bisa menyembuhkan kanker?" kataku sambil memegang wajah Angel.
An :" Apakah aku bisa jadi anak yang pintar? bisa hidup lebih lama? "
A : " Aku bukan malaikat atau Tuhan. Tapi yang jelas, gak ada yang gak mungkin di dunia ini."

Angel pun pergi bersama ibunya. Dalam kejauhan, Ibunya pun berhenti dan menoleh ke arahku. Memberikan senyuman sambil menganggukan kepala, seperti seseorang yang mengucapkan Terima Kasih.


ps: Untuk adik-adikku di YKAKI, terima kasih telah mengajarkan aku untuk tidak menyerah. Berjuanglah, berjuanglah untuk terus hidup.

Sebuah Percakapan (Option) Sebuah Percakapan (Option) Reviewed by Unknown on 13.30 Rating: 5

Tidak ada komentar: